Seragam putih abu-abu
masih aku kenakan untuk mengelilingi kampus hijau ini. Kepolosan dan keluguan
yang ada pada diri ini mencirikan kekanakan yang menajam memasuki usia remaja. Usia
lembab, usia dimana keter-aku-an penting dalam dirinya, usia dimana ada jiwa
baru untuk terus bergelora, mempersembahkan segala potensi yang ada.
Pagi itu, semangat
rasanya menginjakkan kaki di Kota Satria untuk melakukan daftar ulang bagi
mahasiswa baru. Berkeliling kampus rasanya membuat hati ini tak sabar lagi
untuk belajar di ruang kelas yang megah, tak sabar untuk berdiskusi dengan
teman-teman mahasiswa yang katanya kritis. Sekarang aku berstatus mahasiswa,
bukan siswa lagi. Proses pendaftaran ulang ini mensahkan bahwa aku tercatat
sebagai mahasiswa, dan menunggu antriannya yang panjang itu ternyata sangat
membosankan. Aku duduk dengan rasa bosan yang menghinggapi. Tangan kiri
memegang hp dan tangan kanan memegang berkas-berkas yang harus diserahkan ke bagian
kemahasiswaan. Memang benar, menunggu adalah hal yang paling tidak
menyenangkan. Namun tiba-tiba saja ada seseorang yang mendekati. Seorang
perempuan cantik, dengan jilbab lebar berwarna hijau muda meneduhkan bagi yang
memandangnya, dan dari penampilannya sepertinya beliau seorang mahasiswi.
Beliau menyapa ku
dengan senyumnya yang sungguh manis, “Boleh saya duduk di sini dek?”. “Oh,
silakan mbak”, jawab ku. Kesan pertama yang menyenangkan, begitu menentramkan.
Akhirnya ada teman untuk bisa diajak berbincang-bincang. Hilanglah rasa bosan
yang tadinya menghinggapi itu. Pertanyaan yang simple, ringan, namun memberi makna salam persaudaraan. Rasa nyaman
terus ada selama berbincang-bincang dengannya. Banyak pertanyaan yang ku
tanyakan padanya, beliau pun menjawabnya dengan cekatan dan jelas. Akhirnya
nomor hp menjadi langkah untuk mengenalnya lebih.
Fakultas pertanian
menjadi tujuan ku untuk mendaftar OSMB (Orientasi Studi Mahasiswa Baru). Masih
bersama perempuan cantik itu. Namanya adalah mbak Wiwin. Aku ditemani hingga
selesai pendaftaran ulang dan sampai menemukan tempat kos. Sesampainya di
tempat kos, aku dikenalkan dengan teman-temannya yang juga membuat hati ini
menjadi tenang, entahlah aku pun tak tahu apa sebabnya. Ingin rasanya
mengenalnya lebih dekat, karna semenjak bertemu dengan beliau, ketentraman itu
selalu menyertai.
Waktu berjalan begitu
cepat, dan akhirnya tiba pada saat ekspo HIMA dan UNIT yang ada di Fakultas
Pertanian. Semua calon mahasiswa baru dikumpulkan di sebuah auditorium megah
dengan kapasitas sekitar 700 mahasiswa untuk menyaksikan penampilan HIMA dan UNIT.
Sesuai dengan minat dan bakat, Fakultas Pertanian adalah fakultas yang paling
banyak HIMA dan UNIT nya. Ada yang seni, pencinta alam, keahlian bahasa
inggris, klinik tani, jiwa wirausaha, pers kampus, dan tak ketinggalan rohis.
Serta ada beberapa HIMA karena banyak program studi. Satu per satu menampilkan performance nya. Hingga tiba saat rohis
memasuki auditorium, nama rohisnya yaitu
GAMAIS.
Disambut dengan suara
takbir dengan lantangnya. Seluruh mahasiswa tercengang. Auditorium bergemuruh
karena suara takbirnya. Diiringi musik harokah yang sungguh membuat hati ini
gemetar, merinding aku dibuatnya, hingga tiba-tiba saja meneteskan air bening
ini. Entahlah, diantara ratusan mahasiswa, seketika itu pula aku seolah-olah
merasa paling kecil, paling tidak ada daya upaya, merasa paling berdosa, sesak
memenuhi ruang di kalbu. Jadi teringat akan dosa-dosa yang telah dilakukan baik
yang disengaja ataupun tidak disengaja. Semakin sesak ketika Ketua Umum GAMAIS
berpidato menyeru kepada seluruh mahasiswa. Himbauannya adalah “Di sini bukan
orang-orang sholeh, tetapi di sini adalah orang-orang yang ingin menjadi
sholeh”. Kalimat itu seolah-olah mengetuk pintu hati ini, membuka hati dan
pikiran ini, dan tiba-tiba saja hati ini berbicara dengan lantangnya “Aku ingin
belajar menjadi sholeh, aku harus masuk GAMAIS, harus!”. Tetap, Allah tidak
lepas tangan atas hidayah yang diberikan-Nya ini.
Syukur alhamdulillah
Allah membukakan hati ini, seolah Allah memberikan hidayah-Nya pada ku. Selesai
ekspo, dengan gesit aku langsung keluar auditorium dan mendekat ke mba-mba
GAMAIS yang tadi tampil di depan dan berkata, “Mba, aku ingin masuk GAMAIS, aku
ingin menjadi pengurus GAMAIS”. Mba itu tersenyum dan menjawab “Alhamdulillah
dek... barakalloh”. Dengan senyum sumringah, aku melangkahkan kaki ke
auditorium segera.
Open
recruitment pun dibuka, dan aku mendaftar yang
pertama-tama. Dimulai ekspo waktu itu, sampai saat ini aku semangat sekali
untuk menjadi pengurus GAMAIS. Semangat itu ternyata menular ke teman-teman
yang belum mengikuti open recruitment,
dan akhirnya mereka pun mendaftar menjadi pengurus GAMAIS. Tak terasa satu
semester sudah menjadi pengurus, semangat itu terus menggebu hati dan langkah
ini untuk terus dan terus bergerak. Setiap kegiatan aku ikuti, setiap pertemuan
aku datangi, hanya karna ingin bertemu mereka, mereka saudara-saudara ku,
mereka yang selalu ada ketika aku butuh bantuan, bersama mereka aku mulai
merasakan indahnya persahabatan, yang kita sebut ukhuwah tanpa batas.
Masih menjadi pengurus
baru, masih dibimbing oleh mba-mba kakak angkatan, masih dimanja, masih diantar
kemana-mana, benar-benar merasa menjadi bayi baru lahir. Satu semester, dua
semester, satu tahun, dua tahun, sampai akhirnya aku mengerti jalan ini, jalan
dakwah, jalan yang terasa sulit, jalan yang terasa lelahnya, jalan pahit yang
dirasa semakin banyak kerikil yang menghadang untuk mencapai Allah ghoyatuna.
Tapi rasa lelah itu hilang ketika bersama mereka, kenyamanan, hangatnya
ukhuwah, kekeluargaan, hanya di GAMAIS aku rasakan semua itu. Kerjasama yang
terjalin, semakin membuka hati ini bahwa beramal jama’i itu memang keharusan
dalam jalan dakwah ini. Sekarang aku paham kenapa dahulu mbak Wiwin mendekati
dan mengajak berbincang-bincang dengan ku. Itu salah satu bentuk amal hidami
dari sebuah proses penyambutan mahasiswa baru. Dan aku belajar itu dari sini,
dari GAMAIS. Semakin mengerti akan problematika umat dalam dakwah, ghawzul fikr
yang merajalela, peran pemuda islam saat ini, dan masih banyak lainnya yang aku
dapatkan dalam wajihah dakwah ini.
Dan sekarang, aku
menjadi kakak yang harus siap membina adik-adik nya. Harus siap dengan segala
permasalahan yang akan dihadapi ke depannya. Bukan lagi anak kecil yang ingin
dimanja, bukan lagi anak kecil yang mutung ketika tidak dipenuhi permintaannya.
Teringat kata Imam Syahid Hasan Al-Banna tentang generasi yang baik. Generasi
yang baik adalah generasi yang meninggalkan generasi yang baik pula. Maka, aku
tidak ingin meninggalkan kampus ini dengan meninggalkan adik-adik yang masih
butuh bimbingan. Harus meninggalkan adik-adik yang siap membina pula. Setahun
ke depan, dengan mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahiim”, aku akan berjuang
lebih kuat mengerahkan segala potensi yang ada, membagi ilmu yang bermanfaat
dengan mereka, dan semoga dengan langkah kecil ini, visi itu tercapai
“Membangun Generasi Rabbani, Menuju Peradaban Islami”
Di sini, di GAMAIS, aku
belajar kedewasaan itu, belajar memahami kehidupan, belajar beramal jama’i,
belajar mencintai saudaranya karena Allah. Bersama mereka aku berbagi, bersama
mereka aku tertawa, bersama mereka aku bersedih, menangis bersama, gembira
bersama, semua kita lakukan bersama. Rindu, kata itu yang muncul ketika tidak
bertemu sehari saja. Rindu, ketika tidak menyapa mereka sehari saja. Semoga
Allah senantiasa memberikan ridho-Nya pada kita, pada kita yang sedang berjuang
menaati syariat-Nya, pada kita yang sedang berusaha mencintai-Nya.
#ODOPfor99Days36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment disini yak..