Sabtu, 10 Februari 2018

Ketika GAMAIS Menjadi Pilihan



Seragam putih abu-abu masih aku kenakan untuk mengelilingi kampus hijau ini. Kepolosan dan keluguan yang ada pada diri ini mencirikan kekanakan yang menajam memasuki usia remaja. Usia lembab, usia dimana keter-aku-an penting dalam dirinya, usia dimana ada jiwa baru untuk terus bergelora, mempersembahkan segala potensi yang ada.
Pagi itu, semangat rasanya menginjakkan kaki di Kota Satria untuk melakukan daftar ulang bagi mahasiswa baru. Berkeliling kampus rasanya membuat hati ini tak sabar lagi untuk belajar di ruang kelas yang megah, tak sabar untuk berdiskusi dengan teman-teman mahasiswa yang katanya kritis. Sekarang aku berstatus mahasiswa, bukan siswa lagi. Proses pendaftaran ulang ini mensahkan bahwa aku tercatat sebagai mahasiswa, dan menunggu antriannya yang panjang itu ternyata sangat membosankan. Aku duduk dengan rasa bosan yang menghinggapi. Tangan kiri memegang hp dan tangan kanan memegang berkas-berkas yang harus diserahkan ke bagian kemahasiswaan. Memang benar, menunggu adalah hal yang paling tidak menyenangkan. Namun tiba-tiba saja ada seseorang yang mendekati. Seorang perempuan cantik, dengan jilbab lebar berwarna hijau muda meneduhkan bagi yang memandangnya, dan dari penampilannya sepertinya beliau seorang mahasiswi.
Beliau menyapa ku dengan senyumnya yang sungguh manis, “Boleh saya duduk di sini dek?”. “Oh, silakan mbak”, jawab ku. Kesan pertama yang menyenangkan, begitu menentramkan. Akhirnya ada teman untuk bisa diajak berbincang-bincang. Hilanglah rasa bosan yang tadinya menghinggapi itu. Pertanyaan yang simple, ringan, namun memberi makna salam persaudaraan. Rasa nyaman terus ada selama berbincang-bincang dengannya. Banyak pertanyaan yang ku tanyakan padanya, beliau pun menjawabnya dengan cekatan dan jelas. Akhirnya nomor hp menjadi langkah untuk mengenalnya lebih.
Fakultas pertanian menjadi tujuan ku untuk mendaftar OSMB (Orientasi Studi Mahasiswa Baru). Masih bersama perempuan cantik itu. Namanya adalah mbak Wiwin. Aku ditemani hingga selesai pendaftaran ulang dan sampai menemukan tempat kos. Sesampainya di tempat kos, aku dikenalkan dengan teman-temannya yang juga membuat hati ini menjadi tenang, entahlah aku pun tak tahu apa sebabnya. Ingin rasanya mengenalnya lebih dekat, karna semenjak bertemu dengan beliau, ketentraman itu selalu menyertai.
Waktu berjalan begitu cepat, dan akhirnya tiba pada saat ekspo HIMA dan UNIT yang ada di Fakultas Pertanian. Semua calon mahasiswa baru dikumpulkan di sebuah auditorium megah dengan kapasitas sekitar 700 mahasiswa untuk menyaksikan penampilan HIMA dan UNIT. Sesuai dengan minat dan bakat, Fakultas Pertanian adalah fakultas yang paling banyak HIMA dan UNIT nya. Ada yang seni, pencinta alam, keahlian bahasa inggris, klinik tani, jiwa wirausaha, pers kampus, dan tak ketinggalan rohis. Serta ada beberapa HIMA karena banyak program studi.  Satu per satu menampilkan performance nya. Hingga tiba saat rohis memasuki auditorium, nama rohisnya  yaitu GAMAIS.
Disambut dengan suara takbir dengan lantangnya. Seluruh mahasiswa tercengang. Auditorium bergemuruh karena suara takbirnya. Diiringi musik harokah yang sungguh membuat hati ini gemetar, merinding aku dibuatnya, hingga tiba-tiba saja meneteskan air bening ini. Entahlah, diantara ratusan mahasiswa, seketika itu pula aku seolah-olah merasa paling kecil, paling tidak ada daya upaya, merasa paling berdosa, sesak memenuhi ruang di kalbu. Jadi teringat akan dosa-dosa yang telah dilakukan baik yang disengaja ataupun tidak disengaja. Semakin sesak ketika Ketua Umum GAMAIS berpidato menyeru kepada seluruh mahasiswa. Himbauannya adalah “Di sini bukan orang-orang sholeh, tetapi di sini adalah orang-orang yang ingin menjadi sholeh”. Kalimat itu seolah-olah mengetuk pintu hati ini, membuka hati dan pikiran ini, dan tiba-tiba saja hati ini berbicara dengan lantangnya “Aku ingin belajar menjadi sholeh, aku harus masuk GAMAIS, harus!”. Tetap, Allah tidak lepas tangan atas hidayah yang diberikan-Nya ini.
Syukur alhamdulillah Allah membukakan hati ini, seolah Allah memberikan hidayah-Nya pada ku. Selesai ekspo, dengan gesit aku langsung keluar auditorium dan mendekat ke mba-mba GAMAIS yang tadi tampil di depan dan berkata, “Mba, aku ingin masuk GAMAIS, aku ingin menjadi pengurus GAMAIS”. Mba itu tersenyum dan menjawab “Alhamdulillah dek... barakalloh”. Dengan senyum sumringah, aku melangkahkan kaki ke auditorium segera.
Open recruitment pun dibuka, dan aku mendaftar yang pertama-tama. Dimulai ekspo waktu itu, sampai saat ini aku semangat sekali untuk menjadi pengurus GAMAIS. Semangat itu ternyata menular ke teman-teman yang belum mengikuti open recruitment, dan akhirnya mereka pun mendaftar menjadi pengurus GAMAIS. Tak terasa satu semester sudah menjadi pengurus, semangat itu terus menggebu hati dan langkah ini untuk terus dan terus bergerak. Setiap kegiatan aku ikuti, setiap pertemuan aku datangi, hanya karna ingin bertemu mereka, mereka saudara-saudara ku, mereka yang selalu ada ketika aku butuh bantuan, bersama mereka aku mulai merasakan indahnya persahabatan, yang kita sebut ukhuwah tanpa batas.
Masih menjadi pengurus baru, masih dibimbing oleh mba-mba kakak angkatan, masih dimanja, masih diantar kemana-mana, benar-benar merasa menjadi bayi baru lahir. Satu semester, dua semester, satu tahun, dua tahun, sampai akhirnya aku mengerti jalan ini, jalan dakwah, jalan yang terasa sulit, jalan yang terasa lelahnya, jalan pahit yang dirasa semakin banyak kerikil yang menghadang untuk mencapai Allah ghoyatuna. Tapi rasa lelah itu hilang ketika bersama mereka, kenyamanan, hangatnya ukhuwah, kekeluargaan, hanya di GAMAIS aku rasakan semua itu. Kerjasama yang terjalin, semakin membuka hati ini bahwa beramal jama’i itu memang keharusan dalam jalan dakwah ini. Sekarang aku paham kenapa dahulu mbak Wiwin mendekati dan mengajak berbincang-bincang dengan ku. Itu salah satu bentuk amal hidami dari sebuah proses penyambutan mahasiswa baru. Dan aku belajar itu dari sini, dari GAMAIS. Semakin mengerti akan problematika umat dalam dakwah, ghawzul fikr yang merajalela, peran pemuda islam saat ini, dan masih banyak lainnya yang aku dapatkan dalam wajihah dakwah ini.
Dan sekarang, aku menjadi kakak yang harus siap membina adik-adik nya. Harus siap dengan segala permasalahan yang akan dihadapi ke depannya. Bukan lagi anak kecil yang ingin dimanja, bukan lagi anak kecil yang mutung ketika tidak dipenuhi permintaannya. Teringat kata Imam Syahid Hasan Al-Banna tentang generasi yang baik. Generasi yang baik adalah generasi yang meninggalkan generasi yang baik pula. Maka, aku tidak ingin meninggalkan kampus ini dengan meninggalkan adik-adik yang masih butuh bimbingan. Harus meninggalkan adik-adik yang siap membina pula. Setahun ke depan, dengan mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahiim”, aku akan berjuang lebih kuat mengerahkan segala potensi yang ada, membagi ilmu yang bermanfaat dengan mereka, dan semoga dengan langkah kecil ini, visi itu tercapai “Membangun Generasi Rabbani, Menuju Peradaban Islami”
Di sini, di GAMAIS, aku belajar kedewasaan itu, belajar memahami kehidupan, belajar beramal jama’i, belajar mencintai saudaranya karena Allah. Bersama mereka aku berbagi, bersama mereka aku tertawa, bersama mereka aku bersedih, menangis bersama, gembira bersama, semua kita lakukan bersama. Rindu, kata itu yang muncul ketika tidak bertemu sehari saja. Rindu, ketika tidak menyapa mereka sehari saja. Semoga Allah senantiasa memberikan ridho-Nya pada kita, pada kita yang sedang berjuang menaati syariat-Nya, pada kita yang sedang berusaha mencintai-Nya.

#ODOPfor99Days36

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment disini yak..