Senin, 30 Juli 2012

Aku dan Bulir-bulir



Bahagia itu sederhana, sangat sederhana.
Melihat bulir-bulir itu sudah mulai bermekaran saja rasanya bahagia, bahkan sangat bahagia. Karna apa? Karna aku yang selalu bersamanya, selalu membersamainya, merawatnya, membesarkannya hingga ia tumbuh menjadi dewasa, hingga ia tumbuh berdiri tegak sendiri, hingga ia bisa melahirkan generasi-generasi yang bermutu lagi selanjutmya. Menjadi makhluk yang siap menumbuhkan biji-biji yang padat berisi. Senang, sangat senang rasanya. Setiap hari memberi asupan nutrisi pada batang, daun dan tempat tinggalnya. Setiap hari menyingkirkan musuh-musuh yang mencoba merenggut nyawanya. Dari  benih, benar-benar saat kau masih benih, saat kau masih butuh penopang yang kuat untuk melindungimu, saat kau butuh  asupan gizi yang sangat baik untuk pertumbuhanmu menjadi dewasa.

Antara hijab dan engkau hai bulir-bulir berisi. Aku rela mengenakan sepasang bahan yang ada di telapak kaki ku itu setiap saat (lamun ieu mah lantaran abdi cinta ka Pencipta, jadi abdi ngiringan syariatna ^_^). Aku rela menyentuhnya ke tanah, aku rela menungguimu di laboratorium berjam-jam hanya untuk mengetahui kadar air yang tepat untuk pertumbuhanmu, berjam-jam dan itu tidak mengenal  waktu. Tidak mengenal lelahnya aktivitas hari-hari itu dengan agenda-agenda lain. Tidak peduli betapa capenya aku. Tidak peduli waktu yang aku gunakan hanya untuk bersamamu. Dan aku mulai bersahabat dengan hal itu. Sangat bersahabat. Hebatnya engkau hai bulir-bulir telah membuat aku jatuh cinta padamu. Jatuh cinta akan proses mu menjadi dewasa. Tumbuh dari batang yang kokoh, tumbuh dari induk mu yang bermutu, tumbuh perlahan namun pasti, dengan tertatih kau mulai memberanikan diri keluar dari batangmu. Dan saat itu pula, aku memperhatikanmu dengan seksama, dengan penuh keindahan, dengan rasa takjub yang luar biasa, dengan rasa syukur tiada henti pada Penciptamu, memperhatikanmu sangat lamaaaaaaaa sekali, seperti seseorang yang sedang  menatap pujaan hatinya *haha, prikitiw :*. Sekali lagi aku jatuh cinta padamu hai bulir-bulir. Dan tahukah kamu? Sebelum kau lahir, aku memilih induk mu yang bermutu. Dan itu pun membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Tidak sembarang aku memilihkan induk untuk engkau hai bulir-bulir berisi. Sungguh tidak sembarang. Karna apa? Karna aku ingin menghasilkan bulir-bulir yang bermutu pula. Dan ketika aku memilihkan induk yang bermutu, maka dengan membentuk linier equation tentunya akan terbentuk pula bulir-bulir yang bermutu yang berisi padat dan melimpah.

Dan pagi ini, duduk dengan manis dan tenang sambil tersenyum disamping engkau hai bulir-bulir, dan dengan bahagia aku berdo’a pada Penciptamu. Semoga apa yang aku lakukan ini bisa memberi manfaat bagi banyak orang, semoga tidak ada lagi makhluk yang menyepelekan kehadiranmu, tidak ada lagi makhluk yang menyia-nyiakan kebermanfaatanmu, semoga semakin banyak makhluk yang melihat keajaiban-keajaiban ketika engkau tumbuh menjadi dewasa, ketika engkau tumbuh menjadi bulir yang padat berisi, dan dengan itu semakin banyak pula makhluk lain yang bersyukur pada Penciptamu, merasakan begitu cintanya Allah pada kita, menyediakan berbagai fasilitas alam yang bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, Allah sangat cinta pada kita saudara-saudaraku, sangat cinta. Jadi teringat tausyiah malam itu “Sebesar apa pun cintamu padaNya, cintaNya padamu tetap jauh lebih besar”. Benar sekali kak ^_^
Sungguh Maha Suci Allah yang telah menciptakan engkau hai bulir-bulir, Maha Penyayang Allah yang telah mengeluarkan engkau dari batang kokoh itu, Maha Kasih Allah yang telah membuat engkau bulir-bulir menjadi bermanfaat untuk makhluk lainnya, Maha Besar Allah yang telah membuat semuanya begitu seimbang termasuk alam raya ini,  Sungguh tidak ada yang mampu melakukan itu selain Penciptanya. Takjub.  Sekali lagi takjub aku melihat proses engkau menjadi dewasa, proses ketika dalam batang yang kokoh ada sesuatu yang  telah tumbuh, sesuatu yang ketika sudah keluar akan menjadi sangat bermanfaat untuk makhluk lainnya, proses ketika bulir-bulir itu sedikit demi sedikit mencoba membuka batang yang kokoh, proses ketika bulir-bulir itu kian berisi, proses ketika semakin banyak saja batang yang membuka, proses ketika makin merunduk, dan seterusnya.  Takjub. Titik pokoknya mah. Dan aku mulai memikirkan bagaimana proses alam itu bisa terjadi, syukur alhamdulillah Allah menciptakan engkau bulir-bulir. Alhamdulillah....

Dan sampai saat ini aku tetap merawatmu penuh dengan pengorbanan dan ketulusan, ketulusan yang tiada tara hai bulir-bulir. Benar apa yang dikatakan Pak Afik, “Rawatlah bulir-bulir ini seperti dik Nurul merawat anaknya nanti”. Bapaaaaakkk, [lagi] kau mengajarkan banyak hal tentang kehidupan alam raya ini. Love you because Allah Pak :). Engkau adalah murobbi ku, engkau adalah teman baikku, engkau adalah orangtua ku, engkau adalah kakak laki-laki ku, engkau adalah guru ku, dan engkau adalah pembimbing akademik ku :).

Seperti anakku. Ya, aku merawat bulir-bulir itu seperti aku merawat anakku kelak hingga ia tumbuh menjadi dewasa, hingga ia tumbuh menjadi anak yang sholih sholihah Insya Allah. Dengan penuh ketelatenan, dengan penuh pengorbanan, dengan penuh kesabaran, dan dengan penuh keikhlasan. Merawat dari ia dalam kandungan, dengan asupan gizi yang sehat, dengan stimulan-stimulan yang bisa membangkitkan kecerdasanmu kelak. Kemudian berjuang dengan penuh pengorbanan antara hidup dan mati untuk memberikan kesempatan kau terlahir ke dunia, anakku. Bahagia. Sangat bahagia ketika engkau terlahir ke dunia, terasa lega, senang, sangat senang ada malaikat kecil yang meramaikan rumahku, sama ketika batang itu mulai melahirkan bulir-bulir berisi, bahagia tak terkira. Kemudian memandikanmu, memberi ASI padamu, menyuapi, merawatmu dengan penuh ketelatenan, pun ketika kau sakit anakku, memperhatikan makanan yang masuk dalam tubuhmu agar imunitasmu kuat, mengajarkan kau bagaimana caranya makan, bagaimana caranya minum, bagaimana caranya duduk, merangkak, berjalan, berdiri dan bahkan hingga berlari, mengajarkan bagaimana caranya memangggil “Umi”, bagaimana caranya memanggil “Abi”, bagaimana caranya membaca a-i-u-e-o, bagaimana caranya membentuk huruf-huruf itu menjadi sebuah kata, bagaimana caranya kata-per-kata itu membentuk sebuah kalimat yang baik, dan bagaimana caranya dari kalimat-per-kalimat itu membentuk sebuah pemahaman-pemahaman baik. Dan yang paling utama yang terpenting adalah bagaimana caranya agar kau mengenal siapa Penciptamu, anakku. Sedini mungkin aku akan berusaha mengajarkan hal itu. Itu suatu kewajiban yang pertama aku lakukan. Bagaimana caranya dan bagaimana caranya, aku akan terus berusaha memberikan yang terbaik untukmu wahai anakku, wahai mujahid mujahidah Allah. (Naluri seorang wanita untuk menjadi madrasah terbaik bagi calon generasi-generasi tangguh). Maka untuk mewujudkan keinginan mulia itu adalah bagaimana saat ini aku berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, lebih baik, dan lebih baik lagi karna Allah. Mempersiapkan diri untuk menyambutmu anakku,  ya... untuk menyambutnya kelak suatu saat nanti. Akan tiba pada waktu yang tepat, bersabarlah sholihah ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment disini yak..